
Peran Strategis Mahasiswa Pertanian di Masa Pandemi Covid-19
Ditengah Pandemi Covid-19, dunia global mengalami tantangan baru. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memprediksi terjadinya kelangkaan pangan yang berisiko menyebabkan krisis pangan yang meluas, kecuali jika tindakan diambil cepat untuk melindungi yang paling rentan, menjaga rantai pasokan pangan global tetap berjalan dan mengurangi dampak pandemi di seluruh sistem pangan. Hingga saat ini, pemerintah melalui Kementerian Pertanian tetap optimis mampu menjamin ketersediaan pangan untuk beberapa bulan kedepan, syaratnya tentu saja petani harus tetap berproduksi. Namun pada saat yang sama kita juga diperhadapkan pada tantangan dalam hal ganguan logistik, sebagai dampak diberlakukannya kebijakan pembatasan sosial (social distancing) dan kemungkinan berkurangnya produksi komoditas bernilai tinggi (misalnya buah-buahan dan sayuran) karena gangguan cuaca.
Pandemi Covid-19 telah menunjukkan peran sentral sektor pertanian, khususnya para petani yang diharapkan untuk terus bekerja mendukung ketersediaan pangan dalam negeri, Kementerian Pertanian sendiri telah mengeluarkan surat edaran Sekjen Kementerian Pertanian No. 1056/SE/RC tertanggal 10 Maret 2020 tentang strategi dalam pencegahan dan perlindungan Covid-19. Pertama, penyediaan bahan pangan pokok utamanya beras dan jagung bagi 267 juta masyarakat Indonesia. Kedua, percepatan ekspor komoditas strategis dalam mendukung keberlanjutan ekonomi. Untuk itu semua insan pertanian harus tetap bekerja dengan semangat tinggi dan tangguh, untuk mewujudkan kemandirian pangan. Saatnya para petani, penyuluh, peneliti, akademisi, swasta, dan pelaku sektor pertanian lainnya, termasuk mahasiswa menjadi pahlawan bagi bangsa dan negeri ini dengan semangat kebersamaan.
Sebagaimana kita ketahui, kebijakan yang diambil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan pemberlakuan social distancing ini adalah meniadakan perkuliahan tatap muka di kampus-kampus dan mahasiswa diharapkan kembali ke kampung hingga waktu yang belum ditentukan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tertanggal 17 Maret 2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19). Walaupun kuliah daring di awal-awal pelaksanaannya membuat pihak-pihak terkait masih merasa gagap teknologi, namun beriring waktu perbaikan-perbaikan terus terjadi ditambah lagi berbagai subsidi dilakukan pihak kampus dan peningkatan kualitas layanan dari provider telekomunikasi.
Proses perkuliahan daring yang dijalankan mahasiswa saat ini dengan menggunakan perangkat teknologi menunjukkan betapa mahasiswa dalam posisinya sekarang dapat tetap terhubung dengan dunia luar menembus batas-batas administrasi dan wilayah. Dari tempatnya berada saat ini, mahasiswa mampu berinteraksi untuk berbagi informasi dan pengalaman, sehingga menjadi salah satu peluang bagi mahasiswa untuk mengambil peran dan memberi solusi terhadap berbagai tantangan yang hadir ditengah-tengah mereka dalam kondisi pandemi Covid-19. Kita yakin bahwa Pandemi Covid-19 ini akan berlalu, tapi hingga berapa lama kita belum dapat memastikan. Sambil menunggu kondisi kembali normal, kiranya perlu dipikirkan bagaimana mahasiswa, khususnya mahasiswa pertanian mengambil peran dalam membantu petani yang secara faktual tinggal di desa.
Peran mahasiswa
Lantas apa yang dapat dilakukan mahasiswa pertanian yang saat ini proses perkuliahannya dilakukan secara daring dari rumah ?. Paling tidak ada dua peran yang dapat dilakukan mahasiswa yang saat ini hidup bersama petani di desa. Pertama, mahasiswa dapat mengambil peran sebagai tenaga pendamping untuk penguatan petani, baik secara perorangan maupun kelembagaan. Melalui peran tersebut mahasiswa dapat; a) berbagi pengalaman informasi tentang tantangan dan peluang untuk mengatasi ketahanan dan adaptasi terhadap Covid-19 oleh petani, keluarga mereka, dan masyarakat pedesaan. Mahasiswa dapat menjadi penghubung petani dalam menyampaikan informasi pertanian yang mampu mendukung peningkatan produksi melalui pemanfaatan teknologi yang lebih efisien dan tepat guna, b) mendokumentasikan pengalaman bertani dan membagikannya sebagai best practices pertanian yang dapat diduplikasi di wilayah lainnya, Jadi proses alih teknologi dapat berlangsung lebih cepat dengan adanya data dalam genggaman mahasiswa. Bahkan tidak itu saja, melalui penguasaan teknologi dan akses informasi, mahasiswa juga dapat membantu menyelesaikan persoalan distribusi produksi yang mengalami hambatan. Mahasiswa perlu mengakses informasi jalur dan jaringan pasar yang dapat disampaikan petani, dan c) penguatan kesadaran teknologi digital melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas dalam hal informasi dan komunikasi tentang Covid-19 untuk petani, hal ini berkaitan dengan perlindungan terhadap kondisi kesehatan bagi petani.
Peran Kedua, yang kemudian dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk sementara waktu dan mungkin untuk jangka panjang mulai memikirkan dan menjalankan usaha-usaha pertanian yang lebih modern melalui bisnis afiliasi memanfaatkan teknologi 4,0. Usaha baru (star-up) bidang pertanian diharapkan mulai dilirik oleh para mahasiswa dan diharapkan menjadi bagian dari mindset petani milenial, yang senang tantangan dan hal-hal baru. Mahasiswa dapat menjalankan pasar virtual yang menghubungkan produk-produk pertanian yang dimiliki petani untuk disalurkan pada konsumen yang membutuhkan. Untuk itu mahasiswa perlu membangun kemitraan lokal dan global yang mampu menciptakan efisiensi rantai pasar. Di era digital, kita juga terbantu dengan hadirnya sejumlah layanan berbasis online. Start-up bisa membantu menyerap hasil produk tani sehingga harga di tingkat petani pun tetap stabil. Kebijakan harga pangan yang berpihak pada kepentingan petani produsen membuat petani tetap termotivasi untuk berusaha di sektor pertanian.
Kegiatan tersebut tentunya diharapkan tetap berkorelasi dengan kegiatan perkuliahan di kampus, hal ini menjadi perwujudan dari kebijakan ‘Kampus Merdeka’ dengan Merdeka Belajar yang aktivitasnya langsung berhubungan dengan petani dan masyarakat. Maka agar kebijakan berjalan efektif, disamping adanya regulasi yang mengatur dan menjadi payung hukumnya, harus diimbangi pula dengan monitoring dan evaluasi yang terencana, terukur, sistematik dan memadai dengan standar, operasional dan prosedur yang jelas.
Junaedi Tjanring
Dosen Politani Negeri Pangkep/ BPW PISPI Sulsel